Percakapan-Percakapan mengenai Arogansi TNI di Indonesia

Kasus pembuangan mayat dua warga sipil oleh tiga anggota TNI di Nagrek, Kabupaten Bandung menjadi sorotan warganet karena twit reportase media-media online sepanjang 24 Desember 2021 hingga 4 Januari 2022. Twit reportase ini mengundang berbagai respons negatif dari warganet yang menilai anggota TNI tidak dapat melindungi dan bersikap semena-mena kepada warga sipil. Peristiwa ini juga mendorong warganet untuk membicarakan kekecewaan lainnya terhadap sikap TNI, seperti pada konteks kekerasan sipil, penggusuran tanah dan sawah, kontroversi dengan tokoh organisasi masyarakat keagamaan, dan perkosaan oleh anggota TNI.

Tulisan ini membahas tentang percakapan-percakapan yang terambil melalui kata kunci ‘tni’ dan ‘TNI AD’ di platform Twitter. Dua kata kunci ini menyoroti relasi antara masyarakat sipil dengan TNI di Indonesia sejak akhir Desember 2021 hingga awal Januari 2022. Kata kunci ini populer dalam memperbincangkan sikap dan peran TNI di ruang-ruang sipil yang sarat dengan kekerasan dan penindasan. Tulisan ini mengargumentasikan bahwa perbincangan mengenai TNI di platform Twitter masih terjadi secara organik dan belum menjadi sebuah kampanye terstruktur menggunakan tagar tertentu. Ini menghasilkan percakapan yang sangat beragam tentang TNI.

Kata ‘TNI’ dalam deskripsi tulisan ini merujuk pada instansi dan anggota TNI AD yang dibicarakan oleh warganet. Kata kunci ‘tni’ dan ‘TNI AD’ muncul dalam percakapan-percakapan yang membicarakan arogansi TNI terhadap masyarakat sipil dengan cara mengecam dan sarkasme. Tulisan ini menggunakan teknik word cloud (gugus kata) dan verifikasi makna-makna kata yang tersirat dalam word cloud secara manual. Periode pengambilan data percakapan adalah 28 Desember 2021 hingga 6 Januari 2022. Total percakapan dalam dataset ini adalah 40.952 twit.

Tema-tema percakapan mengenai arogansi TNI AD

Kata kunci ‘tni’ dan ‘TNI AD’ memuat berbagai percakapan umum mengenai sikap-sikap TNI terhadap masyarakat sipil, seperti pembunuhan, kekerasan sipil, penggusuran tanah dan sawah, kontroversi dengan tokoh organisasi masyarakat keagamaan, dan kekerasan seksual oleh anggota TNI.

Berikut ini adalah hasil word cloud percakapan dalam dua kata kunci tersebut:

Gambar 1. Word cloud Percakapan mengenai Arogansi TNI

Kata-kata kunci ‘kasustabraklari’, ‘handisalsabila’, ‘anggota’, ‘panglimaandika’, ‘kasus’, ‘tigapelaku’, ‘korban’, ‘rekonstruksi’,‘tersangka’, ‘buang’, dan ‘hukum’ merepresentasikan  percakapan dominan mengenai kasus pembunuhan dua warga sipil, Handi dan Salsabila, oleh tiga anggota TNI. Percakapan ini juga memuat twit-twit reportase mengenai penjatuhan hukuman mati terhadap tersangka dan rekonstruksi pembuangan mayat korban ke sungai. Twit-twit reportase ini memunculkan respons dari warganet berupa perasaan trauma ketika berhadapan dengan anggota TNI, kecaman untuk menghukum tersangka seberat-beratnya, dan menyamakan tiga anggota TNI tersebut selayaknya pasukan tentara pembunuh pahlawan-pahlawan revolusi di film Pengkhianatan G30S/PKI.

Peristiwa pembuangan mayat oleh anggota TNI ini membuka kasus-kasus lain yang melibatkan TNI ke permukaan meskipun dalam volume percakapan yang kecil. Kasus-kasus tersebut antara lain  kasus kekerasan dan intimidasi terhadap masyarakat sipil dan petani serta konflik dengan tokoh organisasi masyarakat keagamaan. Kata kunci ‘rakyat’ dan ‘kekerasan’ merepresentasikan kekecewaan warganet terhadap anggota TNI yang kerap melakukan tindakan kekerasan dan mengintimidasi rakyat, desakan untuk menghukum berat anggota TNI yang berlaku tidak adil kepada rakyat, dan mengecam anggota TNI yang terlibat dalam dunia politik karena berpotensi melakukan tindakan kekerasan kepada rakyat.

Percakapan mengenai kekerasan sipil juga muncul melalui kata kunci ‘papua’ dan ‘humanis’. Kata kunci ‘papua’ merujuk pada twit-twit reportase warganet mengenai kekerasan bersenjata anggota TNI kepada masyarakat sipil di Nduga dan Saumlaki. Warganet juga mengecam sikap TNI yang melindungi teroris KKB Papua dan membunuh anggota FPI yang merupakan bagian dari umat Islam. Percakapan mengenai Papua dalam volume percakapan yang minim juga memuat twit pembelaan dari instansi TNI sendiri melalui kata kunci ‘humanis’. Kata kunci ‘humanis’ merujuk pada penggunaan pendekatan humanis oleh TNI dalam menangani masalah di Papua.

Kata kunci ‘lahansawah’, ‘petani’, dan ‘nkri’ memuat percakapan-percakapan dengan tema penggusuran lahan sawah di Indonesia. Percakapan tersebut merujuk pada reportase sengketa lahan persawahan menggunakan kekerasan fisik oleh anggota-anggota TNI kepada petani di Urut Sewu, Jawa Tengah dan Desa Sei Tuan, Deli Serdang. Peristiwa ini memicu kecaman dari warganet bahwa seharusnya TNI hanya bertugas menjaga NKRI bersama polisi. Warganet juga memproduksi percakapan sarkasme bahwa citra TNI menjadi lebih baik jika membuat irigasi sawah bersama petani melalui program ABRI Masuk Desa daripada menyakiti petani dan menjadi pembantu aktivitas-aktivitas politik yang tidak relevan dengan tugas ketentaraan. Warganet mengecam perilaku kekerasan TNI terhadap petani sebagai perilaku durhaka kepada rakyat.

Kata kunci ‘kesalahan’, ‘habibbahar’, ‘jenderaldudung’, ‘agama’, ‘ulama’, dan ‘anak’ merujuk pada percakapan warganet merespons kontroversi bermuatan agama dan kekerasan verbal antara Habib Bahar Smith dengan Jenderal Dudung Abdurachman. Kontroversi ini berkembang menjadi sebuah proses hukum terhadap Habib Bahar Smith oleh TNI. Respons warganet pendukung TNI dan pendukung Habib Bahar Smith saling berkontestasi. Pendukung TNI membela pernyataan Jenderal Dudung Abdurachman bahwa itu bukan menghina agama, mereka juga mengecam anak-anak yang mendengar ceramah dari Habib Bahar Smith berpotensi melakukan kekerasan, dan Habib Bahar Smith tidak pantas dianggap sebagai ulama. Pendukung Habib Bahar Smith mengecam sikap TNI yang mengkriminalisasi ulama karena telah mengungkap kesalahan anggota TNI. Mereka juga mengecam tindakan TNI semacam itu akan membawa bangsa pada kehancuran.

Percakapan-percakapan yang terambil melalui kata kunci ‘tni’ dan ‘TNI AD’ menunjukkan relasi kuasa yang timpang antara masyarakat sipil dengan militer. Militer kerap menggunakan kekerasan fisik untuk mendapatkan akses di ruang-ruang publik yang ditempati oleh masyarakat sipil. Ini berdampak pada timbulnya kecemasan dan ketakutan dari masyarakat sipil untuk mengkritik militer secara langsung sehingga tidak terbangun kritisisme terstruktur dalam bentuk kampanye, baik dalam bentuk tagar maupun kata kunci spesifik di media sosial.

1 thought on “Percakapan-Percakapan mengenai Arogansi TNI di Indonesia”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *